Jumat, 10 Januari 2014

AKU HANYA INGIN BILANG, GURUKU...!!!

“sejak aku lahir, Daddy adalah ayah terbaik yang tidak pernah bisa kalian bayangkan. Aku hanya ingin bilang.. aku mencintainya.. amat sangat” ucap Paris Katherine Jackson (11 Tahun). Itulah pidato singkat putri Michael Jackson di depan peti jenazah sang ayah. Pidato itu dimata banyak orang telah menjadi pidato kematian yang sangat mengesankan.
Lazim terjadi, dikatakan mengenai seseorang yang sudah meninggal pastilah kesan baik dan hal baik mengenainya semasa hidupnya. Bagaimana kalo tidak ada hal baik yang bisa dikatakan ? saya termasuk yang percaya keseimbangan, seburuk-buruknya kisah hidup seseorang pastilah ada satu titik kebaikan, sebaik-baiknya seseorang pasti ada satu saja kekurangan.
Seorang ayah yang paling galak dimata anak-anaknya ternyata seorang atasan yang sangat peduli pada karyawan di perusahaan. Seorang guru yang disukai oleh murid-muridnya, disisi lain menjadi pribadi yang asosial (tidak bermasyarakat) di kampungnya. Seorang ibu yang begitu peduli dengan lingkungannya ternyata menjadi dosen yang dijuluki killer di depan mahasiswanya.
Jika pidato Paris juga disimak dan dijadikan bahan refleksi oleh para guru, akan muncul pengandaian sepadan dengan pidato kematian Paris kepada ayahnya. Wahai para guru !?!?!?
Bayangkan !!! apa yang akan dikatakan, dibisikkan, atau bahkan dipidatokan oleh murid-murid anda ketika peti jenazah anda akan dibawa ke liang lahat ? perjumpaan enam tahun, tiga tahun, dua tahun atau mungkin hanya tiga bulan dengan para murid pasti akan meninggalkan kesan, entah baik ataupun kurang baik.
Mengingat tindakan
Pidato kematian banyak kali bisa menjadi inspirasi perilaku para guru dalam proses pembelajaran di kelas. Kalimat bertuah dalam pendidikan kiranya tetap aktual bahwa “yang diingat oleh siswa bukan yang diajarkan gurunya, tetapi yang dilakukan”. Murid mengingat yang dperbuat gurunya, kebiasaan-kebiasaan, serta berbagai kesan dalam pertemuan di kelas. Materi pelajaran boleh dilupakan oleh siswa, tetapi kesan apapun mengenai sang guru pasti tidak dilupakan.
Jika demikian yang terjadi, sama-sama berbicara di hadapan siswa, mengapa tidak memilih ungkapan yang enak didengar. Tidak jarang siswa mengenang gurunya sebagai nyelekit, sinis, sangar, serem, atau jaim (jaga image!). Namun tidak sedikit siswa yang terkesan dengan sang guru yang murah senyum, penuh perhatian, akrab menyapa, penjelasannya enak di dengar dan dipahami. Cara guru membawa dirinya ternyata mempunyai andil paling besar bagi siswa dalam memahami materi pelajaran.
Tempo hari saya menghadiri upacara pernikahan di suatu tempat. Satu hal yang menarik, tentu saja sejauh pengalaman saya hal ini belum pernah terjadi di pernikahan manapun, salah satu doa yang diungkapkan oleh mempelai adalah untuk guru-gurunya. Untuk para guru yang pernah mendidik pasangan pengantin, mereka mengucapkan terimakasih karena telah mengantarnya memasuki kehidupan berkeluarga, menjadi pribadi yang baik dan patut dicontoh. Sebagai salah satu hadirin, saya meyakini penganti tersebut pasti mempunyai pengalaman baik mengenai gurunya, sampai-sampai dalam pernikahanpun para guru diangakt dalam wujud doa.
Pada awal tahun ajaran, sebagai pembekalan, workshop, penyegaran, atau forum refleksi untuk para guru, diselenggarakan dengan sengaja demi perbaikan proses pembelajaran di kelas. Niatan baik tersebut mestinya bukan demi formalitas dan dianggap angin lalu. Baik kiranya satu hal saja para guru mencoba  membayangkan apa saja yang akan diucapkan atau dipidatokan oleh para siswa kita ketika saat gurunya meninggal ? Untuk itu para guru akan berusaha sekuat hati menyampaikan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Dengan takzim setiap muridnya akan meminjam kalimat putri Michael Jackson: “saya hanya ingin bilang, guruku adalah orang tebaik yang kujumpai dalam hidupku..!!”  #MENJADI GURU UNTUK MURIDKU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar